Hijab merupakan kewajiban atas seluruh wanita beriman. Allah Ta’ala telah mewajibkannya di tahun ke-5 hijriah.
Berkata Ibnu Hajar (kebiasaan wanita terdahulu hingga sekarang adalah menutup wajah mereka dari lelaki asing).
Ketika ayat hijab diturunkan, maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam menghijabi istri-istri dan anak-anak wanita beliau, demikian pula para shahabat menghijabi keluarga wanita mereka dari lelaki asing, yaitu menutup tubuh mereka dari kepala hingga kaki. Kewajiban ini berlaku untuk seluruh wanita di bumi tanpa pengecualian seorang pun.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala (Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu)
Jilbab adalah pakaian yang longgar menutup seluruh tubuh wanita, disebut pula iba’ah (abaya). ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika turun ayat ini (Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka) berkata (wanita-wanita Anshar keluar dari rumahnya seolah di atas kepala mereka bertengger burung gagak hitam karena kain-kain hitam yang mereka kenakan)
Makna dari (Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu) adalah wanita-wanita beriman yang mengenakannya dikenali sebagai wanita terjaga dan memiliki kemuliaan dan terhindar dari gangguan orang-orang yang fasiq.
Sedang dari riwayat hadits tentang kejadian al-ifk (fitnah atas ‘Aisyah) adalah pernyataan (Shofwan pernah melihatku sebelum berhijab, saya terbangun saat mendengar ucapan istirja’nya ketika mengenaliku, maka segera kututup wajahku dengan kain jilbabku) lalu mengapa sebagian orang datang dengan perkataan bolehnya menyingkap penutup wajah dan kedua tangan sedang bersepakat seluruh ulama atas hukum menutupnya.
Dan belum pernah terjadi perjalanan bagi wanita kecuali di awal kurun empat belas, sedang yang mendatangkan dalil bolehnya menyingkap penutup wajah tidaklah lepas dari tiga kondisi,
(1) Dalil mereka shahih dan jelas tetapi mansukh (terhapus) dengan ayat wajibnya hijab, yaitu sebelum tahun kelima hijrah (2) haditsnya shahih tetapi tidak jelas sumber penetapannya dari Al Quran dan As Sunnah (3) dalilnya jelas tapi tidak shahih maka tidak boleh berpegang padanya.
Allah Ta’ala memberi rukhshah (keringanan) bagi wanita tua renta untuk menyingkap wajahnya jika tidak bertabarruj (berhias) atau tidak menjadi fitnah bagi lelaki. Maka perlu dipahami bahwa keringanan ini bersyarat, dan dikatakan bahwa menjaga diri bagi mereka lebih utama.
Lalu bagimana bisa ada keringanan bagi wanita muda?! dimana menutup wajahnya lebih utama karena merupakan sumber fitnah dan keinginan lelaki bahkan dalam kondisi mereka tidak berhias?!
Jika dalam syariat bolehnya menyingkap wajah wanita yang dipinang untuk dilihat peminangnya dengan pendampingan wali, jika saja menyingkap wajah diperbolehkan ditempat terbuka, maka untuk apa dihadirkannya syariat ini dalam peminangan?!
Jika ada yang mengatakan Allah Ta’ala tidak mengucapkan secara jelas perintah menutup wajah ini dalam Al Qur’an maka kita bisa mengatakan kepadanya, apakah Allah Ta’ala mengucapkan dalam Al Qur’an perintah yang jelas untuk bilangan raka’at dalam sholat?! bahkan ukuran nishab zakat, sifat-sifat haji, rukun islam seluruhnya, pun tidak disebutkan secara detail dalam Al Qur’an akan tetapi sunnah menjadi pelengkap atas kesemua hal tersebut.
Dalam Al Qur’an telah dijelaskan secara terperinci ayat-ayat hijab dalam enam tempat, menunjukkan pentingnya hal ini. Bahwa seorang wanita jika menjaga dirinya maka sama dengan menjaga umat keseluruhan.
Wanita adalah sasaran utama musuh Islam, kapan ada celah untuk merusaknya maka musuh menyerangnya dan merusaknya, lalu dia menjadi perusak di bumi ini.
🖋Dituliskan arabic oleh Ustadzah Fauziyah Shalih Al Hanaya dan dialih bahaskan oleh Ummu Faari’